PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi ini banyak sekali warga Negara Indonesia yang mempunyai
kepribadian baik, khususnya seorang pendidik. Seorang pendidik harus memiliki
kepribadiannya yang baik, baik dalam hal berbicara, berpakaian dan sebagainya.
Kepribadian sangat mencerminkan perilaku seseorang, maka dengan adanya mata
kuliah ini kita diajarkan menjadi seorang pendidik yang mempunyai kepribadian
yang sangat baik. Setiap orang sama seperti kebanyakan atau bahkan semua orang
lain, kita bisa tahu apa yang diperbuat seseorang dalam situasi tertentu
berdasarkan pengalaman diri kita sendiri. Kenyataannya, dalam banyak segi,
setiap orang adalah unik, khas. Akibatnya yang lebih sering terjadi adalah kita
mengalami salah paham dengan teman di kampus, sejawat di kantor tetangga atau
bahkan dengan suami atau istri dan anak-anak dirumah. Kita terkejut oleh
tindakan di luar batas yang dilakukan oleh seseorang yang biasa dikenal alim
dan saleh, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, kita membutuhkan sejenis
kerangka acuan untuk memahami dan menjelaskan tingkah laku diri sendiri dan
orang lain. kita harus memahami defenisi dari kepribadian itu, bagaimana
kepribadan itu terbentuk. Selain itu kita membutuhkan teori-teori tentang
tingkah laku, teori tentang kepribadian agar terbentuk suatu kepribadian yang
baik. Sehingga gangguan-gangguan yang biasa muncul pada kepribadian setiap
individu dapat dihindari. Psikologi kepribadian adalah salah satu cabang dari
ilmu psikologi. Psikologi kepribadian merupakan salah satu ilmu dasar yang
penting guna memahami ilmu psikologi. Manusia sebagai objek material dalam
pembelajaran ilmu psikologi tentu memiliki kepribadian dan watak yang berbeda
satu dengan yang lainnya. Watak digunakan untuk memberikan penafsiran kepada
benda-benda maupun manusia. Pelajaran ini memang dianggap sepele, tapi
sebenarnya pelajaran ini sangat penting dan sangat dibutuhkan, tidak semua
orang dapat memahami kepribadian dirinya sendiri.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas,
maka masalah dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Siapakah Sigmund Freud?
2. Apa teori yang disampaikan oleh
Sigmund Freud?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengenal Sigmund Freud
2. Mengetahui teori dari Sigmund
Frued
PEMBAHASAN
1. Perkembangan Kepribadian Menurut
Sigmund Freu
“Sigmun Freud Adalah
seorang Austria keturunan Yahudi dan pendiri aliran psikoanalisis dalam psikologi.
Ia lahir pada tanggal 6 Mei 1856 di Freiberg, dikota Moravia dan meninggal
dunia pada tanggal 23 September 1939 di London. Yang sekarang dikenal sebagai
bagian dari Republik Ceko. Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga
tingkatan kesadaran”, yakni : Sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan
tak-sadar (unconscious manusia didasari pada hasrat seksualitas pada awalnya
(eros) yang pada awalnya dirasakan oleh manusia semenjak kecil dari ibunya.
Pengalaman seksual dari Ibu, seperti menyusui, selanjutnya mengalami
perkembangannya atau tersublimasi hingga memunculkan berbagai prilaku lain yang
disesuaikan dengan aturan norma masyarakat atau norma Ayah. Alferd Adler,
mengungkapkan adanya insting mati di dalam diri manusia, walaupun Freud pada
awalnya menolak pernyataan Adler tersebut dengan menyangkalnya habis-habisan,
namun pada akhirnya Freud pun mensejajarkan atau tidak menunggalkan insting
seksual saja yang ada di dalam diri manusia, namun disandingkan dengan insting
mati (Thanatos). Freud tertarik dan belajar hipnotis di Perancis, lalu
menggunakannya untuk memban t penderita penyakit mental. Freud kemudian
meninggalkan hipnotis setelah iaberhasil menggunakan metode baru untuk
menyembuhkan penderita tekana. Psikologis yaitu asosiasi bebas dan analisis
mimpi. Dasar terciptanya metode tersebut adalah dari konsep alam bawah sadar,
asosiasi bebas adalah metode yang digunakan untuk mengungkap masalah-masalah
yang ditekan oleh diri seseorang namun terus mendorong keluar secara tidak
disadari hingga menimbulkan permasalahan. Teori perkembangan psikoseksual
Sigmund Freud adalah salah satu teori yang paling terkenal, akan tetapi juga
salah satu teori yang paling controversial, Freud membagi beberapa fase
perkembangan kepribadian dalam beberapa fase:
1. Fase Oral Pada tahap oral, sumber
utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga perakaran dan refleks
mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting untuk makan, dan bayi
berasal kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi
dan mengisap
2. Fase Anal Pada tahap anal, Freud
percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada pengendalian kandung kemih
dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet –
anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Menurut Sigmund
Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara di mana orang tua
pendekatan pelatihan toilet.
3. Fase Phalic Pada tahap phallic ,
fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-anak juga menemukan
perbedaan antara pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa anak laki-laki mulai
melihat ayah mereka sebagai saingan untuk ibu kasih sayang itu
4. Fase Latent Periode laten adalah saat
eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan ke daerah lain seperti
pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam
pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan kepercayaan diri.
5. Fase Genital Pada tahap akhir
perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan minat seksual yang kuat pada
lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal fokus hanya pada kebutuhan individu,
kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini.
2. Perkembangan kepribadian menurut carl
gustav jung “Carl Gustave Jung lahir pada tanggal 26 Juli 1875 di Kesswyl,
suatu kota di kawasan Lake Costance di Canton Thurgau, Swiss. Jung belajar di
Universitas Basel dalam ilmu kedokteran” : Pandangan Jung tentang kepribadian
adalah prospektif dan retrospektif. Prospektif dalam arti bahwa ia melihat
kepribadian itu kedepan kearah garis perkembangan sang pribadi di masa depan
dan retrospektif dalam arti ia memperhatikan masa lampau sang pribadi. Orang
hidup dibimbing oleh tujuan maupun sebab. Jung menekankan pada peranan tujuan
dalam perkembangan manusia. Pandangan inilah yang membedakan Jung dengan Freud.
Bagi Freud dalam hidup ini hanya ada pengulangan yang tak ada habis-habisnya
atas tema-tema instink sampai ajal menjelang. Bagi Jung dalam hidup ini ada
perkembangan yang konstan dan sering kali kreatif, pencarian kearah yang lebih
sempurna serta kerinduan untuk ahir kembali.
“Tujuan perkembangan manusia adalah
aktualisasi diri (diferensi sempurna saling hubung yang selaras seluruh aspek
kepribadian manusia) di dalam proses perkembangan kepribadian dapat terjadi
gerak maju dan gerak mundur”. Tahap-tahap perkembangan:
1. Tahap pertama Membuat sadar fungsi
pokok serta sikap jiwa yang ada dalam ketidaksadaran.
2. Tahap kedua Membuat sadar imago.
3. Tahap ketiga Menyadari manusia hidup
dalam berbagai pasangan yang berlawanan, baik rohaniah maupun jasmaniah.
4. Tahap keempat Adanya hubungan selaras
antara kesadaran dan ketadaksadaran.
3. Teori Kepribadian Menurut Erikson
“Manusia adalah makhluk yang penuh misteri. Banyak hal-hal yang belum terungkap
sepenuhnya dalam diri manusia. upaya-upaya untuk memahami pribadi manusia ini
telah dilakukan oleh para ahli sejak lama bahkan hingga saat ini”. Hal ini
dibuktikan dengan buku-buku kontemporer yang membahasa tentang kepribadian
manudia yang terus dicetak dan diperbaharui dari tahun ketahun.
a. Konsep Dasar Kepribadian “Erik
Erikson adalah seorang psikolog yang merupakan murid dari Sigmund Freud seorang
tokoh psikoanalitik. Erikson mengambil psikoanalitik sebagai dasar teorinya
namun ia mengikut sertakan pengaruh-pengaruh sosial individu dalam
perkembangannya”. Berbeda dengan Freud yang berpendapat bahwa pengalaman masa
kanak-kanak, terutama di lima tahun awal, yang mempengaruhi kepribdian
seseorang ketika dewasa. Erikson berpendapat bahwa masa dewasa bukanlah sebuah
hasil dari pengalaman-pengalaman masa lalu tetapi merupakan proses kelanjutan
dari tahapan sebelumnya. Erik Erikson membantah ide Freud yang mengatakan bahwa
identitas sudah ditentukan dan terbentuk sejak kanak-kanak, pada usia lima atau
enam tahun. Erikson berpendapat bahwa pembentukan identitas merupakan proses
yang berlangsung seumur hidup. Manusia adalah makhluk yang unik dan menerapkan
system terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selaulu berusaha untuk
mempertahankan keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan oleh
setiap individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, keadaan ini
disebut dengan sehat. Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila gagal dalam
mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya. Sebagai makhluk social,
untuk mencapai kepuasana dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan
interpersonal positif. Konsep dasar kepribadian manusia menurut Erik Erikson
tidak hanya dipengaruhi oleh keinginan/dorongan dari dalam diri individu, tapi
juga dipengaruhi oleh faktor-faktor luar, seperti adat, budaya, dan lingkungan
tempat dimana kepribadian individu berkembang dengan menghadapi serangkaian
tahapan-tahapan sejak manusia lahir (bayi) hingga memasuki usila lanjut usia
(masa dewasa akhir).
b. Struktur Kepribadian “Seperti yang
telah dibahas sebelumnya bahwa Erikson dalam mengembangkan teorinya mengambil
dasar dari teori psikoanalitik Freud, namun Erik Erikson tidak sependapat
dengan Freud yang mengatakan bahwa reaksi masa dewasa”, adalah hasil dari:
Pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak, khususnya di usia 5 sampai 6 tahun
awal. Erikson berpendapat bahwa kepribadian manusia tidaklah didorong oleh
energi dari dalam, melainkan untuk merespon rangsangan yang berbeda-beda,
misalnya indvidu dalam kehidupannya perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Menurut Erikson egolah yang mengembangkan segala sesuatunya. Misalnya kemampuan
individu, keadaan dirinya, hubungan sosialnya dan penyaluran minatnya. Seorang
individu haruslah memiliki ego yang sehat dan kuat guna merespon kondisi
lingkungan sebagai salah satu proses beradaptasi. Erikson adalah Neo-Freudian,
digambarkan sebagai seorang psikolog ego mempelajari tahap pembangunan yang
mencakup seluruh siklus hidup. Setiap tahap Erikson pengembangan psikososial
ditandai oleh konflik, untuk yang resolusi sukses akan menghasilkan hasil yang
menguntungkan, misalnya, kepercayaan vs ketidakpercayaan dan oleh sebuah
peristiwa penting, konflik ini terselesaikan sendiri.
c. Proses Perkembangan Kepribadian
“Proses perkembangan kepribadian menurut Erik Erikson adalah sebuah proses yang
berlangsung sejak masa bayi hingga usia lanjut”. Proses perkembangan
kepribadian tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor internal (dorongan dari
dalam diri) tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial yang ada
dilingkungan dimana individu tumbuh dan berkembang. Menurut Erikson, dalam alih
bahasa Fransiska dkk. 2008, kepribadian (terutama focus Erikson pada identitas)
berkembang melalui 8 tahap yang saling berurutan sepanjang hidup.Tahapan-tahapan
yang dikemukakan oleh Erikson ini menggunakan tahapan perkembangan psikoseksual
Freud sebagai dasar teorinya, hal ini terlihat dari lima tahapan pertama yang
Erikson ajukan memperlihatkan krisis ego yang sama dengan tahapan psikoanalitik
Freud.Dalam setiap tahapan, Erikson percaya setiap orang akan mengalami
konflik/krisis yang merupakan titik balik dalam perkembangan. Erikson
berpendapat, konflik-konflik ini berpusat pada perkembangan kualitas psikologi
atau kegagalan untuk mengembangkan kualitas itu. Selama masa ini, potensi
pertumbuhan pribadi meningkat. Begitu juga dengan potensi kegagalan. Berikut
ini adalah tahap perkembangan kepribadian oleh Erikson yang kami kutip dari :
Tahap 1. Trust vs Mistrust (percaya vs
tidak percaya)
1. Terjadi pada usia 0 s/d 18
bulan
2. Tingkat pertama teori perkembangan
psikososial Erikson terjadi antara kelahiran sampai usia satu tahun dan
merupakan tingkatan paling dasar dalam hidup.
3. Oleh karena bayi sangat bergantung,
perkembangan kepercayaan didasarkan pada ketergantungan dan kualitas dari
pengasuh kepada anak.
4. Jika anak berhasil membangun
kepercayaan, dia akan merasa selamat dan aman dalam dunia. Pengasuh yang tidak
konsisten, tidak tersedia secara emosional, atau menolak, dapat mendorong
perasaan tidak percaya diri pada anak yang di asuh. Kegagalan dalam
mengembangkan kepercayaan akan menghasilkan ketakutan dan kepercayaan bahwa
dunia tidak konsisten dan tidak dapat di tebak.
Tahap 2. Otonomi (Autonomy) VS malu dan
ragu-ragu (shame and doubt)
1. Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3
tahun
2. Tingkat ke dua dari teori
perkembangan psikososial Erikson ini terjadi selama masa awal kanak-kanak dan
berfokus pada perkembangan besar dari pengendalian diri.
3. Seperti Freud, Erikson percaya bahwa
latihan penggunaan toilet adalah bagian yang penting sekali dalam proses ini.
Tetapi, alasan Erikson cukup berbeda dari Freud. Erikson percaya bahwa belajar
untuk mengontrol fungsi tubuh seseorang akan membawa kepada perasaan
mengendalikan dan kemandirian.
4. Kejadian-kejadian penting lain
meliputi pemerolehan pengendalian lebih yakni atas pemilihan makanan, mainan
yang disukai, dan juga pemilihan pakaian.
5. Anak yang berhasil melewati tingkat
ini akan merasa aman dan percaya diri, sementara yang tidak berhasil akan
merasa tidak cukup dan ragu-ragu terhadap diri sendiri.
Tahap 3. Inisiatif (Initiative) vs rasa
bersalah (Guilt)
1. Terjadi pada usia 3 s/d 5
tahun.
2. Selama masa usia prasekolah mulai
menunjukkan kekuatan dan kontrolnya akan dunia melalui permainan langsung dan
interaksi sosial lainnya. Mereka lebih tertantang karena menghadapi dunia
sosial yang lebih luas, maka dituntut perilaku aktif dan bertujuan.
3. Anak yang berhasil dalam tahap ini
merasa mampu dan kompeten dalam memimpin orang lain. Adanya peningkatan rasa
tanggung jawab dan prakarsa.
4. Mereka yang gagal mencapai tahap ini
akan merasakan perasaan bersalah, perasaan ragu-ragu, dan kurang inisiatif.
Perasaan bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul apabila anak tidak
diberi kepercayaan dan dibuat merasa sangat cemas.
5. Erikson yakin bahwa kebanyakan rasa
bersalah dapat digantikan dengan cepat oleh rasa berhasil.
Tahap 4. Industry vs inferiority (tekun
vs rasa rendah diri):
1. Terjadi pada usia 6 s/d
pubertas.
2. Melalui interaksi sosial, anak mulai
mengembangkan perasaan bangga terhadap keberhasilan dan kemampuan mereka.
3. Anak yang didukung dan diarahkan oleh
orang tua dan guru membangun peasaan kompeten dan percaya dengan ketrampilan
yang dimilikinya.
4. Anak yang menerima sedikit atau tidak
sama sekali dukungan dari orang tua, guru, atau teman sebaya akan merasa ragu
akan kemampuannya untuk berhasil.
5. Prakarsa yang dicapai sebelumnya
memotivasi mereka untuk terlibat dengan pengalaman-pengalaman baru.
6. Ketika beralih ke masa pertengahan
dan akhir kanak-kanak, mereka mengarahkan energi mereka menuju penguasaan
pengetahuan dan keterampilan intelektual.
7. Permasalahan yang dapat timbul pada
tahun sekolah dasar adalah berkembangnya rasa rendah diri, perasaan tidak
berkompeten dan tidak produktif.
8. Erikson yakin bahwa guru memiliki
tanggung jawab khusus bagi perkembangan ketekunan anak-anak.
Tahap 5. Identity vs identify confusion
(identitas vs kebingungan identitas)
1. Terjadi pada masa remaja, yakni usia
10 s/d 20 tahun
2. Selama remaja ia mengekplorasi
kemandirian dan membangun kepakaan dirinya.
3. Anak dihadapkan dengan penemuan siapa
mereka, bagaimana mereka nantinya, dan kemana mereka menuju dalam kehidupannya
(menuju tahap kedewasaan).
4. Anak dihadapkan memiliki banyak peran
baru dan status sebagai orang dewasa –pekerjaan dan romantisme, misalnya,
orangtua harus mengizinkan remaja menjelajahi banyak peran dan jalan yang
berbeda dalam suatu peran khusus.
5. Jika remaja menjajaki peran-peran
semacam itu dengan cara yang sehat dan positif untuk diikuti dalam kehidupan,
identitas positif akan dicapai.
6. Jika suatu identitas remaja ditolak
oleh orangtua, jika remaja tidak secara memadai menjajaki banyak peran, jika
jalan masa depan positif tidak dijelaskan, maka kebingungan identitas
merajalela.
7. Namun bagi mereka yang menerima
dukungan memadai maka eksplorasi personal, kepekaan diri, perasaan mandiri dan
control dirinya akan muncul dalam tahap ini.
8. Bagi mereka yang tidak yakin terhadap
kepercayaan diri dan hasratnya, akan muncul rasa tidak aman dan bingung
terhadap diri dan masa depannya.
Tahap 6. Intimacy vs isolation
(keintiman vs keterkucilan)
1. Terjadi selama masa dewasa awal (20an
s/d 30an tahun)
2. Erikson percaya tahap ini penting,
yaitu tahap seseorang membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen dengan
orang lain.
3. Mereka yang berhasil di tahap ini,
akan mengembangkan hubungan yang komit dan aman.
4. Erikson percaya bahwa identitas
personal yang kuat penting untuk mengembangkan hubungan yang intim. Penelitian
telah menunjukkan bahwa mereka yang memiliki sedikit kepakaan diri cenderung
memiliki kekurangan komitemen dalam menjalin suatu hubungan dan lebih sering
terisolasi secara emosional, kesendirian dan depresi.
5. Jika mengalami kegagalan, maka akan
muncul rasa keterasingan dan jarak dalam interaksi dengan orang.
Tahap 7. Generativity vs Stagnation
(Bangkit vs Stagnan)
1. Terjadi selama masa pertengahan
dewasa (40an s/d 50an tahun).
2. Selama masa ini, mereka melanjutkan
membangun hidupnya berfokus terhadap karir dan keluarga.
3. Mereka yang berhasil dalam tahap ini,
maka akan merasa bahwa mereka berkontribusi terhadap dunia dengan
partisipasinya di dalam rumah serta komunitas.
4. Mereka yang gagal melalui tahap ini,
akan merasa tidak produktif dan tidak terlibat di dunia ini. Tahap
8. Integrity vs depair (integritas vs
putus asa).
1. Terjadi selama masa akhir dewasa
(60an tahun)
2. Selama fase ini cenderung melakukan
cerminan diri terhadap masa lalu.
3. Mereka yang tidak berhasil pada fase
ini, akan merasa bahwa hidupnya percuma dan mengalami banyak penyesalan.
4. Individu akan merasa kepahitan hidup
dan putus asa
5. Mereka yang berhasil melewati tahap
ini, berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah
dialami.
6. Individu ini akan mencapai
kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian.
d. Impliakasi terhadap Konseling Tujuan
Konseling “Berdasarkan uraian di atas kami menyimpulkan bahwa teori konseling
yang dapat digunakan adalah konseling Ego yang dikembangkan sendiri oleh
erikson. Konseling ego dipopulerkan oleh Erikson. Konseling ego memiliki ciri
khas yang lebih menekankan pada fungsi ego”. Kegiatan konseling yang dilakukan
pada umumnya bertujuan untuk memperkuat ego strength, yang berarti melatih
kekuatan ego klien. Seringkali orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki
ego yang lemah. Misalnya, orang yang rendah diri, dan tidak bisa mengambil
keputusan secara tepat dikarenakan ia tidak mampu memfungsikan egonya secara
penuh, baik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, meraih keinginannya.
Perbedaan ego menurut Freud dengan ego
menurut Erikson adalah: menurut Freud ego tumbuh dari ide, sedangkan menurut
Erikson ego tumbuh sendiri yang menjadi kepribadian seseorangnadapun tujuan
konseling menurut Erikson adalah memfungsikan ego klien secara penuh. Tujuan
lainnya adalah melakukan perubahan-perubahan pada diri klien sehingga terbentuk
coping behavior yang dikehendaki dan dapat terbina agar ego klien itu menjadi
lebih kuat. Ego yang baik adalah ego yang kuat, yaitu yang dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan dengan dimana dia berada.
e. Proses Konseling Beberapa aturan
dalam konseling ego yaitu:
1. Proses konseling harus bertitik tolak
dari proses kesadaran.
2. Proses konseling bertitik tolak dari
asas kekinian.
3. Proses konseling lebih ditekankan
pada pembahasan secara rasional.
4. Konselor hendaknya menciptakan
suasana hangat dan spontan, baik dalam penerimaan klien maupun dalam proses
konseling.
5. Konseling harus dilakukan secara profesional.
6. Proses konseling hendaklah tidak
berusaha mengorganisir keseluruhan kepribadian individu, melainkan hanya pada
pola-pola tingkah laku salah suai saja.
f. Teknik-Teknik Konseling Adapun
teknik-teknik dalam konseling ego adalah:
1. Pertama-tama konselor perlu membina
hubungan yang akrab dengan klien.
2. Usaha yang dilakukan oleh konselor
harus dipusatkan pada masalah yang dikeluhkan oleh klien, khususnya pada
masalah yang ternyata di dalamnya tampak lemahnya ego.
3. Pembahasan itu dipusatkan pada
aspek-aspek kognitif dan aspek lain yang terkait dengannya.
4. Mengembangkan situasi ambiguitas
(keadaan bebas dan tak terbatas) yang dapat dibina dengan:
5. Konselor memberi kesempatan kepada
klien untuk memunculkan perasaan yang ada dalam dirinya.
6. Klien diperkenankan mengemukakan
kondisi diri yang mungkin berbeda dengan orang lain.
7. Konselor menyediakan fasilitas yang
memungkinkan terjadinya transference melalui proyeksi. Pribadi yang
transference adalah pribadi yang mengizinkan orang lain melihat pribadinya
sedangkan proyeksi adalah mengemukakan sesuatu yang sebetulnya ada pada diri
sendiri.
8. Pada saat klien transference,
konselor hendaknya melakukan kontra transference.
9. Konselor hendaknya melakukan
diagnosis dengan dimensi-dimensinya, yaitu:
10. Perincian dari masalah yang sedang
dialami klien saat diselenggarakan konseling itu.
11. Sebab-sebab timbulnya masalah
tersebut, bisa juga titik api yang menyebabkan masalah tersebut menyebar.
12. Menentukan letak masalah, apakah
pada kebiasaan klien, cara bersikap atau cara merespon lingkungan.
13. Kekuatan dan kelemahan masing-masing
orang yang bermasalah.
14. Membangun fungsi ego yang baru
dengan cara:
15. Dengan mengemukakan gagasan baru 16.
Berdasarkan diagnosis dan gagasan tersebut diberikan upaya pengubahan tingkah
laku.
17. Pembuatan kontrak untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang telah diputuskan dalam konseling.
g. Langkah- Langkah Konseling Adapun
langkah-langkah dalan penyelenggaraan konego adalah:
1. Membantu klien mengkaji
perasaan-perasaannya berkenaan dengan kehidupan, feelingterhadap peranannya,
penampilan dan hal lain yang terkait dengatugas-tugas kehidupannya.
2. Klien diproyeksikan dirinya terhadap
masa depan. Dalam hal ini konselor mendiskusikan tujuan hidup masa depan klien,
sekaligus potensi-potensi yang dimilikinya. Konselor membawa klien agar mampu
melihat hubunagn yang signifikan antara masa depan dan tujuan hidup klien
dengan kondisinya di masa sekarang.
3. Konselor mendiskusikan bersama klien
hambatan-hambatan yang ditemuinya untuk mencapai tujuan masa depan.
4. Konselor melalui proses interpretasi
dan refleksi, mengajak klien untuk mengkaji lagi diri sendiri dan
lingkungannya. Selanjutnya konselor berusaha agar klien melihat hubungan antara
perasaan perasaannya tadi dengan tingkah lakunya. Konselor membantu klien
menemukan seperangkat hasrat, kemauan dan semangat yang lebih baik dan mantap
dalam kaitannya dengan hubungan sosial. Kalau memungkinkan konselor melatihkan
tingkah laku yang baru.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kepribadian adalah
keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik. Dalam makna
demikian, seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakan suatu gambaran dari
kepribadian orang itu, asal dilakukan secara sadar. Dan perbuatan yang baik
sering dikatakan bahwa seseorang itu mempunyai kepribadian yang baik atau
berakhlak mulia. Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan,
yakni tahap infantile (0-5 tahun), tahap laten (5-12 tahun), dan tahap genital
(>12 tahun). Ada dua asumsi yang mendasari teori psikoanalisis Freud, yaitu:
(1) asumsi determinisme psikis dan (2) asumsi motivasi tak sadar. Asumsi
determinisme psikis (psychic deteminism) meyakini bahwa segala sesuatu yang
dilakukan, dipikirkan, atau dirasakan individu mempunyai arti dan maksud, dan
itu semuanya secara alami sudah ditentukan. Freud membagi struktur kepribadian
ke dalam tiga komponen, yaitu id, ego, dan superego. Pandangan Jung tentang
kepribadian adalah prospektif dan retrospektif. Prospektif dalam arti bahwa ia
melihat kepribadian itu kedepan kearah garis perkembangan sang pribadi di masa
depan dan retrospektif dalam arti ia memperhatikan masa lampau sang
pribadi.
2. Saran
Dalam
pembentukan suatu kepribadian sangat penting pengaruh peran dalam keluarga
terutama orang tua. Sehingga sejak dini dibentuk, dibiasakan kepribadian yang
baik. Keluarga memberindiajarkan dan teladan, sikap, tingkah laku, berkomunikasi
yang baik dengan tetangga serta lingkungan masyarakat. Mari kita pelajari
tentang keperibadian diri, agar kita dapat bersikap baik, sopan, dan tidak
bersikap kasar terhadap orang lain. Dengan mempelajari kepribadian diri kita
dapat mengubah diri kita menjadi orang yang professional.
sip...membantu sangat
ReplyDeletebak nyobaah pak....
ReplyDeletekorang possak
ReplyDelete