PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Belajar merupakan
suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan
dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar,
dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak
hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan.
Namun bagaimana melibatkan individu secara aktif membuat atau pun
merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang
bermanfaat bagi pribadinya. Pembelajaran merupakan suatu sistim yang
membantu individu belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan
lingkungan.
Teori adalah
seperangkat azaz yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam dunia
nyata. Teori merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya memuat tentang ide,
konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable yang
saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji
serta dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas Teori adalah
seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep,
prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji
kebenarannya. Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya
terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan
siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun
di luar kelas.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
landasan diatas dapat kami rumuskan permasalahan yang akan kita bahas sebagai
berikut:
- Apa
yang dimaksud dengan teori belajar Behavioristik?
- Bagaimana
definisi belajar menurut pandangan teori Behavioristik?
- Apa
saja kekurangan dan kelebihan dari teori Behavioristik?
- Bagaimana
Aplikasi teori Behavioristik dalam pembelajaran?
Itulah ke-empat permasalahan yang akan kita bahas satu persatu dalam bab berikutnya.
C. Tujuan
- Mengerti dan memahami mengenai teori
pembelajara Behavioristik
- Mampu mengkaji hakikat belajar menurut teori
Behavioristik
- Mengetahui
apasaja yang menjadi kelemahan serta kelebihan teori Behavioristik
- Memahami dan menjelaskan bagaimana penerapan
teori Behavioristik dalam sistem pembelajaran
PEMBAHASAN
A. Teori
Belajar Behavioristik
Teori
behavioristik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada perubahan
tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Tokoh pelopor dari teori behavioristik adalah Thorndike,
Watson, Clark
Hull, Edwin Guthrie dan Skinner.
Koneksionisme (connectionism),
merupaakan rumpun yang paling awal dari teori beavioristik. Menurut teori ini
tingkah laku manusia tidak lain dari suatu hubungan stimulus-respons. Siapa
yang menguasai stimulus-respons sebanyak-banyaknya ialah orang yang pandai dan
berhasil dalam belajar. Pembentukan hubungan stimulus-respons dilakukan melalui
ulangan-ulangan.
Tokoh yang
terkenal mengembangkan teori ini adalah Thorndike (1874-1949), dengan
eksperimentnya belajar pada binatang yang juga berlaku bagi manusia yang
disebut Thorndike dengan trial and error. Thorndike menghasilkan belajar
Connectionism karena belajar merupakan proses pembentukan
koneksi-koneksi atara stimulus dan respons Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang
terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang
dapat ditangkap melalui alat indra. Sedangkan respon yaitu reaksi yang
dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran,
perasaan atua gerakan/tindakan. Thorndike mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam
belajar, yaitu:
1.
Law of readines, belajar akan berhasil apabila
peserta didik memiliki kesiapan untuk melakukan kegiatan tersebut karena individu yang siap untuk merespon serta merespon akan
menghasilkan respon yang memuaskan
2.
Law of exercise, belajar akan berhasil apabila
banyak latihan serta selalu mengulang apa yang telah didapat.
3.
Law of effect, belajar akan menjadi bersemangat
apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik.
Pengkondisian
(conditioning), merupakan perkembangan lanjut dari koneksionisme.
Teori ini didasari percobaan Ivan Pavlov (1849-1936) menggunakan obyek yaitu anjing. Secara singkat adalah sebagai berikut: Seekor anjing
yang telah dibedah sedemikian rupa, sehingga saluran kelenjar ludahnya
tersembul melalui pipinya, dimasukan kedalam kamar gelap. Dikamar itu hanya ada
sebuah lubang yang terletak di depan moncongnya, tempat menyodorkan makanan
atau menyorotkan cahaya pada waktu diadakan percobaan. Pada moncongnya yang
telah dibedah itu disambungkan sebuah pipa yang dihubungkan dengan sebuah
tabung diluar kamar. Dengan demikian dapat diketahui keluar tidaknya air liur
dari moncong anjing itu pada waktu diadakan percobaan, alat-alat yang digunakan
dalam percobaan itu antara lain makanan, lampu senter, dan sebuah
bunyi-bunyian.
Dari hasil percobaan yang
dilakukan dengan anjing itu Pavlov mendapat kesimpulan bahwa gerakan-gerakan
reflek itu dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapat latihan latihan,
sehingga dari hasil ini ia membedakan 2 macam refleks, yaitu refleks bawaan dan
refleks hasil belajar. Sebenarnya hasil-hasil percobaan Pavlov dalam
hubungannya dengan belajar yang kita perlukan sekarang ini adalah tidak begitu
penting. Mungkin beberapa hal yang ada sangkut pautnya dengan belajar yang
perlu diperhatikan antara lain ialah bahwa dalam belajar perlu adanya
latihan-latihan dan kebiasaan-kebiasaan yang telah melekat pada diri dapat
mempengaruhi dan bahkan mengganggu proses belajar yang bersifat skill.
Penguatan (reinforcement), merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori
pengkondisian. Jika pada teori pengkondisian (conditioning) yang diberi
kondisi adalah perangsangnya (stimulus), maka pada teori penguatan
(reinforcement) yang dikondisikan atau diperkuat adalah responsnya. Contohnya,
soerang anak yang belajar dengan giat dan dia dapat menjawab semua pertanyaan
dalam ulangan atau ujian, maka guru memberikan penghargaan pada anak itu misal
dengan nilai yang tinggi, pujian, atau hadiah. Berkat pemberian penghargaan
ini, maka anak itu akan belajar lebih rajin dan lebih bersemangat lagi
untuk mengulang agar mendapat penghargaan lagi.
Operant
conditioning, Tokoh
utamanya adalah Skinner. Skinner memandang bahwa teori Pavlov tentang reflek
berhasrat hanya tempat untuk menyatakan tingkah laku respon . tingkah laku
respon yang terjadi dari suatu rangsangan.
Seperti Pavlov, Thorndike,
dan Watson, Skinner juga menyakini adanya pola hubungan stimulus-respons.
Tetapi berbeda dengan para pendahulunya, teori skinner lebih menekankan pada
perubahan prilaku yang dapat diamati dengan mengabaikan kemungkinan yang
terjadi dalam proses berfikir pada otak seseorang.
Menurut Skinner, hubungan
stimulus dan respons yang terjadi melalui interksi dalam lingkungannya, yang
kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang
digambarkan oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Sebab, pada dasarnya stimulus-stimulus
yang diberikan kepada sesorang akan saling berinteraksi dan interaksi antar
stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang diberikan.
Beberapa konsep yang
berhubungan dengan operant conditioning:
- Penguatan positiv (positeve reinforcement),
ialah
penguatan yang menimbulkan kemungkinan untuk bertambah tingkah laku.
Contoh seorang siswa yang mencapai prestasi tinggi
diberikan hadiah maka dia akan mengulangi prestasi itu dengan harapan
dapat hadiah lagi. Penguatan bisa berupa benda, penguatan sosial
(pujian, sanjungan) atau token (seperti nilai ujian).
- Penguatan negatif (negatif reinforcement), ialah penguatan
yang menimbulkan perasaan menyakitkan atau yang menimbulkan keadaan tidak
menyenangkan atau tidak mengenakan perasaan sehingga dapat mengurangi
terjadinya sesuatu tingkah laku. Contoh seorang siswa akan meninggalkan
kebiasaan terlambat mengumpulkan tugas/PR karena tidak tahan selalu
dicemooh oleh gurunya.
- Hukuman (Punishment), respons yang diberi konsekuensi
yang tidak menyenangkan atau menyakitkan akan membuat seseorang tertekan.
Contoh seorang siswa yang tidak mengerjakan PR tidak dibolehkan
bermain bersama teman-temannya saat jam istirahat sebagai bentuk hukuman.
Pandangan teori
behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua
teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap
perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti
Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program
pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta
mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program
pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik juga
cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif
dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses
pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target
tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan
berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses
belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain
pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman
dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif
(negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan
berimajinasi.
Skinner lebih percaya kepada
apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan
hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai
stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada,
sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang
sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena
melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan,
maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar
(sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan
pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah
yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan
positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon.
Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah
mengurangi agar memperkuat respons.
B. Belajar
Menurut Teori Behavioristik
Menurut teori belajar behavioristik, belajar
merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi
antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan
yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara
yang baru sebagai hasil dari interaksi stimulus dan respon. Seseorang dianggap
telah belajar apabila ia bisa menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Contoh,
seorang anak mampu berhitung penjumlahan dan pengurangan, meskipun dia belajar
dengan giat tetapi dia masih belum bisa mempraktekkan penjumlahannya, maka ia
belum bisa dikatakan belajar karena ia belum menunjukkan perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari belajar.
Dalam teori
Behavioristik, yang terpenting itu adalah masukan atau input yang berupa
stimulus serta output yang berupa respon. Apa yang terjadi diantara
stimulus dan respon dianggap tidaklah penting karena tidak dapat diamati dan
diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran sebab dengan pengukuran kita akan
melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain
yang dianggap penting bagi teori ini adalah penguatan (reinforcement).
Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat respon. Jika penguatan
ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat, begitu juga
penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon akan tetap dikuatkan. Misal
jika peserta didik diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan, maka ia
akan lebih giat belajarnya (positive reinforcement). Apabila tugas-tugas
dikurangi justru akan meningkatkan aktifitas belajarnya (negative
reinforcement). Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting
diberikan (ditambah) atau dihilangkan (dikurang) untuk memungkinkan mendapat
respon.
Pada
dasarnya para penganut aliran behavioristik setuju dengan pengertian belajar
diatas, namun ada beberapa perbedaan pendapat diantara mereka.
C. Kelebihan
serta Kekurangan Teori Behavioristik
- Kelebihan
Teori Behavioristik
·
Membisakan guru untuk bersikap jeli dan peka
terhadap situasi dan kondisi belajar.
·
Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga
murid dibiasakan belajar mandiri. Jika murid menemukan kesulitan baru
ditanyakan pada guru yang bersangkutan.
·
Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan
mendapatkan pengakuan positif dan prilaku yang kurang sesuai mendapat
penghargaan negative yang didasari pada prilaku yang tampak.
·
Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang
berkesinambungan, dapat mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah
terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha mahir dalam satu bidang tertentu, akan
lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang
berkesinambungan tersebut dan lebih optimal.
·
Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang
sederhana sampai pada yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian
kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu mampu
menghasilakan suatu prilaku yang konsisten terhadap bidang tertentu.
·
Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang
lainnya dan seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul.
·
Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang
membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsure-unsur kecepatan,
spontanitas, dan daya tahan.
·
Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak
yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru, dan suka dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.
2. Kekurangan
Teori Behavioristik
·
Sebuah konsekwensi untuk menyusun bahan
pelajaran dalam bentuk yang sudah siap.
·
Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan metose ini.
·
Murid berperan sebagai pendengar dalam proses
pembelajaran dan menghafalkan apa di dengar dan di pandang sebagai cara belajar
yang efektif.
·
Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para
tokoh behavioristik justru dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk
menertibkan siswa.
·
Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan
sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan oleh guru.
·
Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari
guru dan mendengarkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang
efektif sehingga inisiatf siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul secara
temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa.
·
Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier,
konvergen, tidak kreatif, tidak produktif, dan menundukkan siswa sebagai
individu yang pasif.
·
Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru(teacher
cenceredlearning) bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang
dapat diamati dan diukur.
·
Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran
mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi
siswa, yaitu guru sebagai center, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah,
guru melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.
D. Aplikasi
Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran
Aliran
psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan
teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus
responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon
atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi
teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar,
media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan
berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif,
pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi,
sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau
pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan
yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah,
sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh
karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang
dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian
halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu
membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para
pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para
pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya
pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak
teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi
dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan
ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut
bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga
terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu
untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori
behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur,
maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang
jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin
menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak
dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam
penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang
pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai
penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang
berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh
sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan
pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut
pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam
bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan
pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari
bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat,
sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib
dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku
wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi
menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang
benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan
guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Evaluasi
belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan
biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan
evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
maslah yang kita bahas, dapat diambil kesimpulan:
- Teori
behavioristik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada perubahan
tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon.
- Teori
behaviristik terdiri dari dari 4 landasan: koneksionisme, pengkondisian,
penguatan, dan Operant conditioning.
- Menurut teori belajar behavioristik, belajar
merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
dianggap telah belajar apabila ia bisa menunjukkan perubahan tingkah
lakunya.
- Aplikasi
teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa
hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik
pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
B. Saran
Kita sebagai calon guru harusnya
mampu mendidik para peserta didik kita dengan baik, dengan metode serta teori
yang tepat sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan baik. Oleh karena
itu pelajarilah teori-teori pembelajaran yang ada agar kita mampu menemukan
kecocokan dalam metode mengajar yang tepat.
REFERENSI
Budinungsih, C.
Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Sagala, Syaiful.
2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Yulaelawati, Ella.
2007. Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi, Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Pakar Raya.